Saat Teman Lebih Banyak Tahu Tentang Kita

Perkiraan waktu baca: menit

Saat Teman Lebih Banyak Tahu Tentang Kita © 2025 by Pengkhayal Pasif is licensed under CC BY-SA 4.0

Saat Keluarga Tahu Banyak Tentang Kita

Dalam setiap individu, keluarga merupakan unit sosial terkecil, terdekat, dan dengan kontak yang terlama. Hubungan dalam unit sosial ini pada umumnya lebih erat dan intim, dan ini dikarenakan adanya ikatan darah yang menjadi dasar hubungan tersebut. Dalam kondisi ini, keluarga sering disebut sebagai support system terbaik, di mana setiap anggotanya akan dapat berharap dan mendapatkan dukungan terbaik dan penuh dalam segala kondisi [1].

Disini, support system dimaksud dengan kelompok orang-orang yang dekat dengan kita, misalnya sahabat, teman, atau kolega. Kelompok orang-orang ini baru bisa disebut sebagai support system disaat mereka memberikan dukungan, baik secara moril atau materil, kapan pun seorang kita membutuhkannya [2].

Support system keluarga yang kuat, dibangun oleh kepercayaan yang tinggi antar anggota keluarga. Idealnya, keluarga akan banyak tahu tentang kita. Baik itu masalah kita, kepribadian kita, kebiasaan kita, atau bahkan rahasia kita. Ini dikarenakan, dengan tingginya tingkat kepercayaan, maka rasa takut akan penghakiman akan berkurang. Secara psikologis, ini datang dari rasa takut kita akan pengucilan.

Secara logika, semua konflik keluarga yang bermula dari sebuah rahasia atau masalah pribadi yang terungkap, bermula dari rasa takut akan adanya pengucilan. Tanpa adanya pengucilan, maka konflik dapat terhindar, dan meningkatkan kesehatan mental. Karena menyimpan rahasia pribadi bisa menjadi melelahkan secara mental [3].

Saat Teman Lebih Banyak Tahu Tentang Kita Dibandingkan Dengan Keluarga

Semua uraian yang telah dijelaskan diatas bergantung pada banyak faktor, namun mengerucut pada satu variabel, yaitu rasa percaya yang tinggi kepada anggota keluarga yang lain. Kepercayaan ini bisa tergerus karena rasa takut. Banyak hal yang tidak mau kita akui kepada keluarga kita, baik itu masalah, rahasia, atau bahkan kebahagiaan. Penyebabnya adalah rasa takut akan dihakimi.

Ada selingkup ekspektasi yang datang dari keluarga, dan jika kita membuka sebuah rahasia pribadi, mengakui adanya masalah, atau bahkan menceritakan tentang kebahagiaan yang terjadi diluar lingkungan keluarga, muncul rasa takut akan menyimpangnya diri kita dari ekspektasi keluarga. Selain itu, ada juga rasa ingin tidak ingin membebani [4].

Selain itu, dalam hubungan kekeluargaan, ada hirarki sosial, dimana seorang anggota dianggap lebih tinggi dari anggota lain. Untuk lebih jelas lagi, hirarki ini dibentuk oleh peran sosial seorang anggota dalam keluarga. Suami dianggap lebih tinggi dari istri, orang tua lebih tinggi dari anak, kakak lebih tinggi dari adik, dan seterusnya, dan semisalnya. Keberadaan hirarki ini, walau utamanya untuk menjaga stabilitas sosial, dapat juga menciptakan lingkungan dimana seorang anggota keluarga merasa "terhutang" dengan anggota keluarga lain [5]. Untuk memperluas apa yang telah di jelaskan di paragraf sebelumnya, ini dapat menyebabkan seorang anggota keluarga untuk menyimpan rahasia pribadi atau masalah lebih dalam lagi. Ini dikarenakan, adanya rasa keingininan untuk tidak menyusahkan orang lain.

"Teman sejati" sulit merupakan istilah yang sulit di definisikan. Namun, ada yang mengatakan bahwa teman sejati tidak menghakimi kita disaat kita mengungkapkan suatu rahasia atau masalah. Ini dikarenakan dalam lingkungan pertemanan, hirarki sosial seperti yang telah di jelaskan di paragraf sebelumnya tidak ada. Hubungan pertemanan biasanya lebih berimbang. Selain itu, karena kita bisa memilih teman kita, kita cenderung memilih teman yang memiliki pemikiran, kegemaran, atau nilai-nilai lain yang sama. [6] Kesamaan ini berkontribusi pada meningkatnya rasa kenyamanan kita disaat bersama teman, yang kemudian berkorelasi pada seberapa banyak hal-hal pribadi kita yang kita bagikan kepada mereka.

Positive Feedback Loop dalam Pertemanan

Memperluas pada poin-poin yang telah dijelaskan sebelumnya. Ada semacam positive feedback loop dalam dinamika lingkungan pertemanan yang stabil yang baik. Tak adanya ekspektasi, tak adanya rasa "terhutang", tak adanya hirarki, dan adanya kesamaan baik dari segi pemikiran atau nilai-nilai sosial dapat meningkatkan kesan positif. Jika semua faktor-faktor tadi tidak berubah disaat kita menceritakan masalah kita atau keanehan kita, maka kita akan menjadi semakin nyaman untuk menjadi semakin terbuka, dan karena keterbukaan itu bisa mempererat pertemanan, maka kesan positif menjadi lebih kuat, yang lagi akan mendorong kita untuk menjadi lebih terbuka, dan seterusnya, dan seterusnya, siklus ini berulang.

Disaat keterbukaan kita disambut dengan negatif, tidak ada terasa obligasi kita untuk tetap menjadi terbuka atau jujur. Selain itu, tak ada juga obligasi disaat terjadi konflik. Ini mungkin terlihat negatif, namun dalam konteks ini, karena tidak adanya hubungan darah, maka hubungan pertemanan juga lebih mudah diputus. Ini berdampak pada lebih singkatnya konflik antar teman daripada antar keluarga. Karena, dalam konflik pertemanan, siklus negatif dapat dihentikan hanya dengan memutus hubungan pertemanan tersebut. Sedangkan dalam lingkungan keluarga, bahkan disaat terjadi siklus negatif, hubungan kekeluargaan tersebut tidak bisa asal diputus begitu saja karena adanya hubungan darah tadi, yang menciptakan kesan akan adanya kewajiban dan obligasi untuk bertahan dan mencoba mempertahankan, bahkan disaat hubungan tadi sudah tidak dapat diperbaiki lagi.

Salahkah Jika Aku dalam Situasi Ini?

Jangan tanya penulis akan hal ini, aku tidak tahu.

Dari sudut pandang pragmatisme, harus diingat bahwa tidak semua orang memiliki situasi yang sama. Maka dari itu, semua ini tergantung dari situasi dalam hidupmu, situasi dalam lingkungan keluargamu, dan situasi dalam lingkungan pertemananmu, sebelum memutuskan apakah salah, jika kau merasa teman lebih bisa dipercaya daripada keluarga [7]. Karena tidak semua orang lahir ke dalam keluarga yang bahagia. Tidak semua orang bahkan punya keluarga. Sebaliknya, tidak semua orang punya teman yang baik, dan tidak semua orang punya teman.

Referensi

Applebury, G. (2020, August 11). Family vs. Friends: Comparing Key Relationships. LoveToKnow. https://www.lovetoknow.com/life/relationships/family-vs-friends-comparing-key-relationships

Ayu Isti. (2021, October 16). Bagaimana Kepercayaan pada Setiap Keluarga dan Cara Membangunnya, Perlu Diketahui | merdeka.com | Merdeka.com. Merdeka.com; Merdeka.com. https://www.merdeka.com/jateng/bagaimana-kepercayaan-pada-setiap-keluarga-dan-cara-membangunnya-perlu-diketahui-kln.html

Nemko, M. (2025). Welcome To Zscaler Directory Authentication (K. Perina, Ed.). Psychologytoday.com. https://www.psychologytoday.com/us/blog/how-do-life/202106/friends-over-family

Redaksi Alodokter. (2021, February 9). Ini Manfaat Memiliki Support System dan Cara Menjaganya (dr. K. Adrian, Ed.). Alodokter. https://www.alodokter.com/ini-manfaat-memiliki-support-system-dan-cara-menjaganya

Richards, G. (2024, April 9). The psychology behind why we keep secrets: A deeper look. Global English Editing. https://geediting.com/the-psychology-behind-why-we-keep-secrets-a-deeper-look/

Rose, J. (2018, February 20). Do You Value Your Friends More Than Your Family? The Rebelution. https://www.therebelution.com/blog/2018/02/do-you-value-your-friends-more-than-your-family/

Winston, N. (2021, July 7). Why people might hide depression from family. ABC News. https://www.abc.net.au/news/2021-07-08/why-people-hide-depression-from-loved-ones/100255546

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumus Probabilitas Keterpasangan (RPK)

Pengenalan Kompas Politik

Tobrut: Normalisasi Objektifikasi