Tobrut: Normalisasi Objektifikasi

Perkiraan waktu baca: menit

Jadi, beberapa malam yang lalu, aku dan Pengkhayal Pasif sedang mengisi kotak ide kami. Kotak ide ini hanyalah sebuah spreadsheet yang berisi ide-ide kami untuk tulisan non-fiksi yang akan kami tulis untuk blog ini. Untuk mengisi itu, aku melakukan pencarian ngasal aja di Google tentang topik-topik yang menurutku menarik.

Lalu, aku kepikiran. "Tobrut".

Aku tidak tahu apa arti dari kata itu walaupun aku sudah sering mendengar istilah itu di internet dan di sekitaran ku, dan yeah... aku memang tidak up to date sama fenomena di internet. Jadi, ku putuskan untuk memasukkan kata itu ke kotak pencarian Google.

Aku duduk dihadapan laptopku, mulut terbuka, retina terbakar oleh terang layarnya, dan aku sangat kecewa dengan saudara saudari senegara.

Jadi kuputuskan, "tobrut" sebagai topik ku berikutnya, yaitu disini.

Apa itu "tobrut"?

Artikel ini tidak akan punya a sense of legitimacy jika kita tidak mulai dari dasarnya. Karena yang kita bahas disini adalah "tobrut", maka kita harus mulai dari definisinya.

Mengutip dari jurno.id[1], istilah "tobrut" adalah singkatan dari "Toket Brutal" (bloody hell i hate this words with extreme prejudice), yang merujuk pada payudara perempuan yang besar dan mencolok.

(Dari sini hingga seterusnya dalam artikel ini, "tobrut" akan ditulis sebagai tobrut, for simplicity sakes)(i swear if you use this word unironically to describe someone or anyone, i'm going to change your pronouns to was and were)

Dari definisinya saja, kita (atau setidaknya kita-kita yang masih punya conscience) dapat menyadari bahwa, tidak hanya konotasi kata ini vulgar, namun juga membawa dampak negatif.

Namun, ada satu sudut yang mungkin banyak dari kita tidak langsung sadari. Melihat data dari Google Trend, tobrut pertama kali viral di sekitaran 25 Juni sampai 1 Juli, kemudian tren pencariannya semakin meningkat dari hari ke hari. Tidak percaya? Cek saja sendiri di grafik di bawah.

Data diperoleh dari Google Trends [2], dan terus diupdate setiap hari.

Seperti yang bisa dilihat di grafik diatas. Bukan hanya pencarian tobrut di Google pernah memuncak, namun jumlah pencariannya juga relatif stabil. Ini merupakan salah satu pertanda, bahwa sedang terjadi seksualisasi, bahkan "cabulisasi" dalam budaya kita.

Gambaran Seksualitas Di Indonesia

Karena istilah tobrut merupakan bagian dari dinamika seksualitas di Indonesia, maka penting bagi kita untuk menginterogasi gambaran dari dinamika itu sendiri, sebelum mencoba menjawab: bagaimana ini terjadi, kenapa penggunaan kata ini terkesan lumrah, dan apa yang bisa kita lakukan.

Ada sebuah dikotomi yang saling berlawanan di Indonesia. Mengutip dari Irwan Martua Hidayana dari Unit Kajian Gender dan Seksualitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, mengatakan bahwa "... di satu sisi seksualitas masih dipandang tabu untuk dibicarakan secara terbuka, di sisi lain sejumlah isu seksualitas hangat diperdebatkan di ranah public."[3]

Terdapat kesan tabu dalam perbincangan mengenai seks, bahkan jika yang dibicarakan hanya berupa topik umum dan belum menjurus ke perbuatan itu sendiri[4]. Akan tetapi walaupun tabu, ada pandangan dalam beberapa lapisan masyarakat Indonesia, dimana perempuan dipandang sebagai objek yang dapat dimanfaatkan dan dikontrol. Pandangan ini dapat mempengaruhi perilaku dan sikap penganutnya, dan membuat mereka merasa memiliki hak untuk mengontrol dan memanfaatkan orang lain[5]. Walau tidak semua laki-laki begini, namun pandangan ini utamanya lahir dari kultur patriarkis di masyarakat kita.

Selain itu, edukasi seks tidak hanya terkesan tabu, namun memang dianggap tabu. Ini juga menjadi faktor rendahnya etika saat berhadapan dengan seksualitas. Ini karena, disamping membahas tentang kesadaran tubuh serta bagian-bagiannya, edukasi seks juga menjadi media untuk memahami batasan-batasan untuk diri sendiri dan/atau kepada orang lain[6].

Secara garis besar, tidak hanya adanya dikotomi antara tabunya seks dan ramainya perbincangan mengenai seks di publik. Di Indonesia, objektifikasi perempuan masih dianggap sebagai hal yang lumrah, yang mana tidak termitigasi karena tabunya pendidikan seks yang dapat digunakan untuk mengkoreksi kesalahan ini.

Objektifikasi dan Seksualisasi Terlihat Normal

Aku sudah tidak ingat hari apa itu, namun itu adalah hari pertama aku berkumpul dengan circle itu. Mereka-mereka sedang berkumpul bersama. Ada yang mabar Mobile Legend, ada yang asik ngobrol, dan ada yang asik scrolling TikTok.

"Lihat nih, tobrut banget." Ujar salah satu laki-laki disitu dengan antusiansnya, sambil memperlihatkan layar ponselnya.

Tidak ada jeda sesaat, tak berpikir akan implikasinya, atau betapa kotornya kata itu, diucapkan dengan nada yang begitu kasualnya.

Aku memutuskan, circle itu bukan tempatku.

Di atas tadi hanyalah salah satu contoh anekdotal yang secara langsung ku saksikan.

Sebagai pembuka, tidak perlu jauh-jauh. Di Indonesia, dimana topik-topik seksual, bahkan topik-topik seksual untuk pendidikan dianggap tabu, di Indonesia ada kesan tidak tahu malu, dengan rasa penasaran yang konstan tentang kasus-kasus video syur dan konstannya tren pencarian video bokep [7] [8] [9] [10] [11] .

Normalisasi yang begitu toxic ini juga dapat dilihat dari fenomena cat calling. Cat calling merujuk pada suatu tindakan yang terjadi di khalayak umum yang berupa komentar seksual yang tidak diinginkan atau gerakan provokatif, yang biasanya dilakukan oleh laki-laki kepada perempuan. Cat calling memiliki dampak negatif yang luas bagi korbannya, termasuk namun tidak terbatas pada:

  • Tidak merasa aman dan nyaman;
  • Pergerakan di ruang publik jadi terasa terbatas;
  • Merasa malu dan tidak percaya diri; dan sebagainya.

Pada umumnya, saat cat calling terjadi yang menjadi sasaran pelaku adalah penampilan fisik wanita. Ketika ini terjadi, sering kali ada keinginan dari si pelaku untuk menarik perempuan tersebut dan merendahkannya[12]. Suka tidak suka, ini merupakan buah lainnya dari budaya partiarki kita.

Menyambung dari paragraf sebelumnya, normalisasi hanya bisa terjadi disaat masyarakat secara luas memandang bahwa sesuatu itu adalah normal. Normalisasi ini didorong oleh kuasa patriarkal. Dalam bentuk ini, pengungkitan bahwa ini salah dapat dipandang sebagai ancaman terhadap hirarki sosial yang sudah terbentuk.

Kembali mengungkit dikotomi antara tabunya seks sebagai topik, dan ramainya isu seksualitas itu sendiri. Di masyarakat kita yang masih heteronormatif, laki-laki menjadi hyper-heterosexual dianggap sebagai hal yang normal, begitu normal hingga ekspresi maskulinitas dan otoritasnya diterima secara wajar, bahkan saat ekspresi itu terjadi dalam bentuk penyaluran hasrat seks tanpa rasa malu dan tabu. Ini karena, secara implisit laki-laki mendapat otoritas sosial dari masyakarat (yang juga sama-sama patriarki) untuk menunjukkan kejantanan dan keperkasaannya[13].

Secara lebih umum, di masyarakat kita terjadi normalisasi akan objektifikasi dan seksualisasi terhadap perempuan melalui berbagai bentuk. Mulai dari fokus disproporsional terhadap skandal-skandal pornografi, cat calling, dan lagi, penggunaan kata "tobrut" seperti yang sudah di bahas disini. Ini terjadi utamanya karena memang, masyarakat kita mengganggap semua hal ini normal, dan penormalan ini didorong oleh agenda patriarkis yang masih melekat pada masyarakat kita.

Istilah yang Tidak Seharusnya Digunakan

Jika kita bisa setuju bahwa objektifikasi dan seksualisasi perempuan tidak seharusnya terjadi, maka kita bisa memulai perbaikan terhadap masalah ini. Mulai dari langkah kecil yang sederhana, yaitu: berhenti menggunakan kata "tobrut" dan kata-kata sejenisnya, bukan hanya dalam konteks seksual, tapi juga dalam konteks apapun itu yang tidak kritis mengenai implikasinya.

"Tobrut" dan kata-kata semisal merupakan istilah yang menghancurkan, karena tujuan yang jelas, yaitu untuk mengobjektifikasi perempuan, dimana perempuan direduksi menjadi objek seksual semata. Karena tujuan dan konteks kata ini yang sudah jelas untuk objektifikasi, maka penggunaan kata ini dapat dianggap sebagai pelecahan verbal[14].

"Tobrut banget kau!" Kataku sambil nyinyir, senyum lebar tulus tanpa sadar.

Masuk ke telinga perempuan itu, suara yang seharusnya berbunyi pujian itu. Tak bisa perempuan menahan diri untuk tidak memandang ke bawah, jadi ia memandang ke bawah. Tubuhnya terbungkus kain tebal yang longgar, tidak memeluk tubuhnya, menyembunyikan lengkungannya. Entah bagaimana, laki-laki itu melihat tubuhnya.

Mata perempuan itu melebar, melihat kesekitar. Ada begitu banyak laki-laki disekitarnya. Ia terdiam, berpikir, bahwa setengah dunia ini isinya laki-laki. Bagaiman... jika mereka semua melihat diriku seperti itu?

Yang ingin ku katakan adalah, berempatilah sedikit. Bayangkan diri kita sebagai penerima ucapan tersebut. Apa yang akan kita rasakan?

Referensi

Aditiya, Surya. "6 Artis Cantik Yang Pernah Terseret Kasus Video Syur." Viva.co.id, VIVA, 6 Nov. 2024, www.viva.co.id/showbiz/gosip/1769276-6-artis-cantik-yang-pernah-terseret-kasus-video-syur . Accessed 9 June 2025.
Cahyani, Indah A. "Kaleidoskop 2024: Artis Terseret Kasus Video Dan Foto Syur, Azizah Salsha Hingga Abidzar al Ghifari." Tribunnews.com, Tribunnews, 17 Dec. 2024, www.tribunnews.com/seleb/2024/12/17/kaleidoskop-2024-artis-terseret-kasus-video-dan-foto-syur-azizah-salsha-hingga-abidzar-al-ghifari . Accessed 8 June 2025.
Fatuhana, Tussa A. "Apa Itu Tobrut: Etimologi, Makna, Dan Arti Dalam Bahasa Gaul." Jurno.id, 2025, jurno.id/jurnopedia/apa-itu-tobrut-etimologi-makna-dan-arti-dalam-bahasa-gaul . Accessed 4 June 2025.
Irawaty, Diah. "Politik Seksualitas Dan Pengabaian Negara Terhadap Kekerasan Seksual Di Indonesia." Aliansi Laki-Laki Baru, 13 June 2017, lakilakibaru.or.id/politik-seksualitas-dan-pengabaian-negara-terhadap-kekerasan-seksual-di-indonesia/ . Accessed 8 June 2025.
Lamora, Wahyu. "Kenapa Edukasi Seks Masih Tabu?" Omong-Omong Media, 14 Jan. 2022, omong-omong.com/kenapa-edukasi-seks-masih-tabu/ . Accessed 6 June 2025.
Makarim, Fadhli R. "Apakah Kamu Pernah Menerima Cat Calling Dari Orang Asing? Ketahui Contoh Tindakan Dan Dampak Pelecehan Seksual." Halodoc, 13 Mar. 2025, www.halodoc.com/artikel/mengenal-catcalling-contoh-tindakan-dan-dampaknya-pada-kesehatan-mental . Accessed 8 June 2025.
Natasya, Zalsabila. "8 Artis Terseret Kasus Video Dan Foto Syur, Paling Heboh Nomor 1." Hot-Gossip, insertlive.com, 23 Oct. 2024, www.insertlive.com/hot-gossip/20241023193519-7-349613/8-artis-terseret-kasus-video-dan-foto-syur-paling-heboh-nomor-1 . Accessed 8 June 2025.
Redaksi FISIP Universitas Indonesia. "Dr. Irwan Hidayana: Problematika Gender Dan Seksualitas Di Indonesia Semakin Kompleks Dan Menantang - Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik - Universitas Indonesia." Ui.ac.id, 4 Apr. 2022, fisip.ui.ac.id/dr-irwan-hidayana-problematika-gender-dan-seksualitas-di-indonesia-semakin-kompleks-dan-menantang/ . Accessed 4 June 2025.
Redaksi Greatmind, and Jenny Jusuf. "Esensi Seks Yang Tak Tabu." Greatmind.id, 8 Feb. 2020, www.greatmind.id/article/esensi-seks-yang-tak-tabu . Accessed 5 June 2025.
Redaksi Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta. "Marak Kasus Kekerasan Seksual, Didorong Budaya Patriarki." Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta, 16 Apr. 2025, www.unisayogya.ac.id/kasus-kekerasan-seksual-didorong-budaya-patriarki/ . Accessed 5 June 2025.
"SINDOnews.com." SINDOnews.com, 2016, www.sindonews.com/topic/110220/video-syur-artis . Accessed 8 June 2025.
Syifa. "Istilah "Tobrut" Yang Merajalela, Bukti Krisis Etika Komunikasi Di Era Digital - Kompasiana.com." KOMPASIANA, Kompasiana.com, 5 June 2024, www.kompasiana.com/syifa5194/665f4986c925c4689e775862/istilah-tobrut-yang-merajalela-bukti-krisis-etika-komunikasi-di-era-digital . Accessed 6 June 2025.

Dataset

Komentar

  1. Berat, topik yang berat. Walau aku merasa ada sesuatu yang kurang. Selain itu, no wonder you proud yourself as an erotica writer, I can feel my skin crawling in that ending.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gw GAK bangga menjadi penulis erotika, toh masi belum dirilis juga. Dan yah... emang ada yang kurang karena gw merasa terlalu fokus sama patriarki dan juga enggak ngasih solusi.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumus Probabilitas Keterpasangan (RPK)

Pengenalan Kompas Politik